Memulai untuk mengenal Santa ini, hanyalah diketahui bahwa Cecilia hidup pada masa awal Gereja. Ia adalah seorang gadis bangsawan Romawi. Kehidupan sebagai seorang gadis bangsawan dengan gaun-gaun indah seperti kebanyakan pada zaman itu tidak pernah ada di dalam diri Cecilia. Ia lebih memilih mengenakan sehelai baju kasar daripada mengenakan gaun-gaun indah sebagaimana layaknya seorang gadis bangsawan. Tubuhnya yang halus terbalut oleh baju kasar telah membuatnya menderita dari segala bentuk penghinaan, namun segala penderitaannya itu dipersembahkan sebagai silih bagi Sang Pengantin yang telah dipilihnya yaitu Kristus. Di masa mudanya, ia telah mempersembahkan hidupnya kepada Tuhan dengan seuntai janji kesucian dan kemurnian hati yang akan diberikan kepada Kristus yang telah dipilihnya sebagai Pengantin seumur hidupnya.
Sebuah tantangan harus dihadapi oleh Cecilia yakni ketika sang ayah menikahkannya dengan seorang bangsawan yang bernama Valerian. Valerian, sang suami yang dipilih oleh ayahnya berbeda sekali dengan dirinya sebagai seorang kristiani. Valerian adalah seorang penyembah berhala yang tidak mempercayai adanya Tuhan.
Ketika pesta pernikahan berlangsung dan semua orang bersuka ria serta menari dalam pesta itu, Cecilia yang cantik duduk menyendiri. Di dalam hatinya, ia melambungkan mazmur kepada Tuhan dan berdoa memohon pertolongan-Nya. Ia tidak mau mengingkari janjinya kepada Pengantin Surgawinya.
Di saat Cecilia dan Valerian suaminya tinggal berdua, ia memberanikan diri untuk berkata kepada Valerian: “Aku mempunyai suatu rahasia yang hendak kukatakan kepadamu. Ketahuilah bahwa aku mempunyai seorang malaikat Allah yang menjagaiku. Jika kamu menyentuh aku di dalam perkawinan ini, malaikatku akan marah dan kamu akan menderita. Jika engkau memperkenankan aku memegang janjiku untuk menjadi pengantin Kristus saja maka malaikatku akan mengasihimu seperti ia mengasihiku.”
Meskipun Valerian seorang kafir, tetapi hatinya sangatlah lembut. Mendengar perkataan istrinya itu, Valerian mengatakan: “Tunjukkanlah kepadaku malaikatmu. Jika ia datang dari Tuhan, aku akan mengabulkan permintaanmu.” Kemudian Cecilia menjawab, “Jika engkau percaya akan Allah yang satu dan benar serta menerima air pembaptisan maka engkau akan melihat malaikatku.”
Pada akhirnya, Valerian terkesan oleh iman kekristenan yang telah dimiliki Cecilia, isterinya. Segera Valerian pergi menemui Uskup Urban yang menerimanya dengan gembira. Setelah Valerian mengucapkan pengakuan iman Kristiani, ia pun dibaptis dan sesudahnya kembali menemui Cecilia. Di samping isterinya, Valerian dapat melihat malaikat yang menakjubkan.
Malaikat itu berbicara kepadanya: “Aku mempunyai suatu mahkota bunga untuk kalian masing-masing yang dikirim dari surga. Jika kalian tetap setia kepada Tuhan maka ia akan memberikan penghargaan dengan wangi semerbak surga abadi yang kekal.” Kemudian malaikat itu memahkotai Cecilia dengan bunga mawar dan Valerian dengan suatu rangkaian bunga bakung berbentuk lingkaran. Keharuman aroma bunga yang semerbak mengisi keseluruhan rumah mereka.
Kejadian tersebut disaksikan juga oleh Tiburtius saudara Valerian yang pada saat itu tinggal bersama mereka. Malaikat itu menawarkan pula keselamatan kepada Tiburtius apabila ia mau meninggalkan segala bentuk pemujaan palsu yang dianutnya. Akhirnya, Tiburtius pun belajar iman Kristiani dari Cecilia. Kepada Tiburtius, Santa Cecilia mengisahkan Yesus dengan begitu indahnya sehingga tidak lama kemudian Tiburtius pun dibaptis.
PERJALANAN KEMARTIRAN
Pada zaman itu, kekristenan masih dilarang di Roma, tetapi kedua kakak beradik ini (Valerian dan Tiburtius) banyak melakukan perbuatan amal kasih yang mencerminkan kekristenan. Akibat kepercayaan barunya kepada Kristus, kakak beradik ini ditangkap dan disiksa oleh seorang bernama Almachius yang memerintah pada saat itu. Namun, mereka tidak gentar sedikit pun ketika hukuman mati akan diberikan kepada mereka. Mereka tetap memilih iman kepercayaan barunya meskipun Almachius menawarkan akan membebaskan mereka jika mereka kembali menyembah kepada dewa-dewa. Dengan gembira Valerian menolak dan pada akhirnya diserahkan untuk dicambuk. Bersama dengan mereka, ada seorang yang bernama Maximus yang memproklamirkan dirinya sebagai pengikut Kristus. Pada akhirnya, ketiganya dihukum pancung sekitar empat mil jauhnya dari Roma oleh Pagus Triopius.
Cecilia menyaksikan kematian ketiga orang itu. Dia menyaksikan kematian orang-orang yang dikasihinya dan kepada Tiburtius dia berkata: “Hari ini aku menyambut engkau saudaraku karena cinta Tuhan telah membuat engkau menolak berhala.” Cecilia menguburkan mereka pada Katakombe Praetextatus.
Setelah kejadian itu, Cecilia mengubah tempat tinggalnya menjadi tempat beribadat. Banyak orang-orang kafir yang akhirnya menjadi murid Kristus. Ketika Paus Urban berkunjung ke rumahnya, ia membaptis 400 orang yang pada mulanya adalah orang-orang kafir. Karena peristiwa ini maka Cecilia harus berhadapan dengan Almachius dan dia mengalami hal sama seperti yang dialami oleh suaminya Valerian, Tiburtius, dan Maximus. Cecilia menerima penyiksaan di dalam rumahnya sendiri: Cecilia dibakar dalam kobaran api namun api itu tidak menghanguskannya. Akhirnya, seseorang ditugaskan untuk memenggal kepalanya. Ia menebaskan pedangnya tiga kali ke leher Cecilia, Seketika itu juga Cecilia langsung rebah, tetapi ia tidak langsung meninggal. Selama tiga hari, ia tergeletak di lantai rumahnya sendiri dan tidak mampu bergerak. Ia meninggal dalam posisi mengacungkan tiga jari dengan tangannya yang satu dan satu jari di tangannya yang lain. Hal ini dapat dikatakan bahwa di saat kematiannya, Cecilia masih menyatakan imannya kepada Allah Tritunggal Mahakudus.
Martyrologium Hieronymianum
Permasalahan pemberian gelar martir juga dialami oleh Santa Cecilia. Pada awalnya Santa Cecilia tidaklah termasuk dalam seorang yang dapat digelarkan sebagai seorang martir. Pandangan Agustinus dan Tertullian yang ada pada saat itu mengatakan bahwa Valerian dan Tiburtius merupakan seorang martir yang sejati, sementara Santa Cecilia terlepas dari mereka. Mengapa dikatakan demikian? Ada anggapan yang mengatakan bahwa penyiksaan yang dialami Santa Cecilia tidak banyak diketahui dan tidak ada bukti yang kuat serta kemartiran Santa Cecilia terjadi dalam tempat tinggalnya sendiri. Hal ini mempersulit penggelaran Santa Cecilia.
Pada tahun 488 seorang pengungsi dari Afrika yang tidak diketahui namanya datang ke kota Roma. Ia memperdebatkan pandangan Agustinus dan Tertullian yang keliru itu. Maka Martyrologium Hieronymainum pada tahun 545, telah mengakui Santa Cecilia sebagai martir, meskipun tidak mempunyai informasi historis yang tepat. Yang diketahui adalah Santa Cecilia merupakan seorang martir yang membela iman kekristenannya yang tidak akan tergoyahkan walaupun dengan mengorbankan nyawanya sendiri sekalipun.
Relikwi St. Cecilia
Menurut cerita, tubuh dari St. Cecilia dikuburkan dalam Katakombe St. Callistus. Sekitar tahun 757 tubuh St. Cecilia dipindahkan dari Katakombe St. Callistus oleh Lombard ke Katakombe Praetextatus. Di Katakombe Praetextatus juga telah dikubur Valerian dan Tiburtius. Pemindahan ini dilakukan untuk menghindari pencurian tubuh dari St. Cecilia. Kira-kira tahun 817 – 824, Paus St. Paschal I memindahkan tubuh St. Cecilia beserta Valerian, Tiburtius dan Maximus dan seluruh barang peninggalannya ke gereja Trastevere Roma dan diletakkan pada sebuah altar gereja tersebut. Gereja ini terkenal dengan nama Gereja St. Cecilia, Trastevere. Di dalam gereja ini kita juga dapat melihat sebuah mosaik yang dibuat pada zaman Paus St. Paschal I dan St. Cecilia dilukiskan sebagai seorang wanita kaya.
Pada tahun 1599, ketika Kardinal Sfondrati hendak memperbaiki gereja itu, ia menemukan ke-empat relikwi itu. Ketika peti kuburan tempat dimana St. Cecilia dikubur dibuka, ia melihat bahwa tubuh St. Cecilia masih utuh. Banyak orang yang melihatnya dan mereka diberkati serta memperoleh banyak mukjizat.
Akhirnya, Carlo Maderna melukiskan tentang kemartiran dari St. Cecilia melalui sebuah patung terbuat dari pualam indah. Patung ini diletakkan pada altar gereja St. Cecilia di Trastevere untuk mengenang kemartiran yang telah dilakukannya. Ekspresi dari kemartiran St. Cecilia yakni: “Seorang martir yang bermandikan oleh darah miliknya sendiri yang akhirnya terbunuh oleh sebuah pedang yang takkan pernah dapat mengantikan kepercayaan yang dianutnya.” Di dalam Katakombe St. Callistus kita juga dapat melihat duplikat dari patung pualam indah Maderna ini.
St. Cecilia dalam Karya Literatur dan Seni
Kira-kira pada abad ke-5, kehadiran St. Cecilia dalam karya seni dan literatur mulai muncul. Semuanya ini disebabkan karena banyaknya para peziarah yang berdatangan ke kuburannya untuk melihat barang-barang peninggalan dari santa ini. Hal ini dapat dibuktikan berupa banyaknya mosaik, lukisan dinding dan miniatur.
Semakin hari St. Cecilia semakin dikenal orang melalui karya-karya seni yang dilukiskan oleh para peziarah itu. Sekitar abad ke-15, Santa ini mulai dilukiskan dalam ekspresi wajahnya yang mengumandangkan kidung mazmur pada saat pernikahannya sedang berlangsung. Tangannya dilukiskan sedang berada pada alat musik dan sedang bernyanyi sebagai pujian kepada Allah. Inilah ekspresi yang dilukiskan pada saat pernikahannya, ketika St. Cecilia mengumandangkan mazmur di dalam hatinya kepada Allah di hari pernikahannya: "cantantibus organis illa in corde suo soi domino decantabat." Ada sebuah lukisan modern yang cukup terkenal yang dilukis oleh Raphael mengenai St. Cecilia yang sekarang dapat ditemukan dalam gereja San Giovanni dekat Bologna. Lukisan ini menggambarkan, “St. Cecilia berdiri di tengah-tengah dengan jubah mewah berwarna keemas-emasan, dengan rambut panjangnya terurai. Tangannya terletak pada sebuah organ kecil, dengan ekspresi wajahnya memandang ke atas bagaikan mendengarkan suara paduan sekelompok para malaikat yang sedang bernyanyi. Dan kakinya pun mengikuti irama nyanyian para malaikat itu … Di sebelah kanan St. Cecilia berdiri St. Paulus … di sebelah kiri dihadapannya berdiri St. Magdalena … dan dibelakangnya St. Agustinus.” Oleh karena itu, St. Cecilia dikenal dan diangkat sebagai orang kudus pelindung musik gereja dan para musisi.
Karya seni lainnya yang tidak kalah menariknya adalah pahatan yang digambarkan ketika St. Cecilia berbaring dalam peti matinya dengan tangan yang mengekspresikan Allah Tritunggal yang Mahakudus. Pahatan ini dibuat ketika Kardinal Sfondrati menemukan bagaimana tubuh dari St. Cecilia ini ditemukan dalam peti matinya yang tak hancur walau sudah dikubur bertahun-tahun lamanya. (Jameson 347)
TELADAN HIDUPNYA
Oleh seluruh Gereja, pestanya dirayakan setiap tanggal 22 November. Walaupun tidak mempunyai bukti yang tepat, namun St. Cecilia pantas dihormati dan diakui sebagai martir karena teladan dan contoh imannya yang tidak segan-segan bersedia untuk mati dan menjadi saksi mempelai Ilahinya yakni:
1. Di tengah pesta pernikahannya, ia berseru kepada Tuhan di dalam hatinya, “O Tuhan biarkan hati dan tubuhku tetap murni dan aku tidak menghianati penyerahanku kepadaMu.”
2. Di hari-hari penyiksaan yang dialaminya, ia tetap berdoa dan berpuasa serta bergantung sepenuhnya kepada perlindungan Tuhan menjelang hari-hari kematiannya.
3. Membawa banyak orang penyembah berhala untuk menjadi seorang kristiani termasuk suaminya sendiri.
4. St. Cecilia selamanya tetap membawa Injil di dalam hatinya dengan siang malam berdoa dan bersatu dengan Tuhan. Hati dan cintanya telah dinyalakan dan dibakar oleh cinta surgawi.
Jumat, 18 Desember 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar